nama : Agung Wahyu N.R.
Sejarah Perkembangan Kerajaan Demak
1.
Letak Geografis Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi
pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari para bupati daerah
pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam. Wilayah
Kerajaan Demak pada awalnya hanya sebuah bawahan Kerajaan Majapahit, kemudian
berkembang hingga mencapai Banten di Barat dan Pasuruan di Timur. Lokasi
ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari laut dan
dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi kota
Demak
di Jawa Tengah. Periode ketika beribukota di sana kadang-kadang
dikenal sebagai "Demak Bintara". Pada masa sultan ke-4 ibukota
dipindahkan ke Prawata.
2. Gambaran
Kehidupan Politik Pemerintahan dari Kerajaan Demak
A. Raden Patah (1500-1518)
Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama dari kerajaan Demak yang
memerintah tahun 1500-1518 (Muljana: 2005). Menurut Babad Tanah Jawi, Raden
Patah adalah putra prabu Brawijaya raja
terakhir. Di ceritakan prabu Brawijaya selain kawin dengan Ni Endang
Sasmitapura, juga kawin dengan putri cina dan putri campa. Karena Ratu
Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu Brawijaya terpaksa memberikan putri Cina
kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah
melahirkan Raden Patah, setelah itu putri Cina dinikahi Arya Damar, dan
melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Kusen.
Demikianlah Raden Patah dan Raden Kusen adalah saudara sekandung berlainan
bapak.( Muljana: 2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama
panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi
(alias Bhre Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari selir Cina.
Babad
Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah dan Raden Kusen menolak untuk menuruti kehendak
orang tuanya untuk menggantikan ayahnya sebagai adipati di Palembang. Mereka
lolos dari keraton menuju Jawa dengan menumpang kapal dagang. Mereka menjadi ulama di
Bintara dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitarnya. Makin lama
Pesantren Glagahwangi semakin maju. Prabu Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat
memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung
diperintah untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke
Majapahit. Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau
mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati,
sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun
alias Raden Patah pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan
Semarang tahun 1477
sebagai bawahan Demak. Hal itu
membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah.
Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui
Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo
atau Bintara ( Muljana: 2005).
Dalam waktu yang singkat, di bawah kepemimpinan Raden
Patah, lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ke tangan portugis dalam tahun
1511, Demak mencapai puncak kejayaannya. Dalam masa pemerintahan Raden Patah,
Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan
pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan
musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa). ( Muljana: 2005 ).
Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat
ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478),
hingga dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga
mengadakan perlawan terhada portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin
mengganggu demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus
atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal.
Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan
ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya, Raden
patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain
itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang
terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya
oleh walisanga.
B. Adipati Unus
(1518 - 1521)
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan
putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah
berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Karena
keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. ( Soekmono:
1973). Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental menceritakan asal-usul dan
pengalaman Pate Unus. Dikatakan bahwa nenek Pate Unus berasal dari Kalimantan
Barat Daya. Ia merantau ke Malaka dan kawin dengan wanita Melayu. Dari
perkawinan itu lahir ayah Pate Unus, ayah Pate Unus kemudian kembali ke Jawa
dan menjadi penguasa di Jepara. ( Muljana: 2005 ). Setelah dewasa beliau diambil
mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan
dengan putri Raden Patah, Adipati Unus resmi diangkat menjadi Adipati wilayah
Jepara (tempat kelahiran beliau sendiri). Karena ayahanda beliau (Raden Yunus)
lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering
dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak
orang memanggil beliau dengan yang lebih mudah Pati Unus.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan
Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima
Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun
1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk
benteng Portugis di Malaka gagal dan balik kembali ke tanah Jawa.
Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat
persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar
sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah
terkenal dalam pembuatan kapal. Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I
bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau
Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus
atau Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan
Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan
Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang.
Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi
Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah
kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.Kapal yang
ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk
merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama
Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan
rempah-rempah.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur
kemudian disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran
(yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten,
Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis
disebut Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis
dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas
inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau
yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
C. Sultan
Trenggono (1521 - 1546)
Sultan Trenggono adalah
Sultan Demak yang ketiga, beliau memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. (
Badrika: 2006 ). Sultan Trenggono adalah putra Raden Patah pendiri
Demak yang lahir dari permaisuri Ratu Asyikah putri Sunan Ampel ( Muljana: 2005
). Menurut Suma Oriental, ia dilahirkan sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik
kandung Pangeran Sabrang Lor, raja Demak sebelumnya (versi Serat Kanda). Sultan
Trenggono memiliki beberapa orang putra dan putri. Diantaranya yang paling
terkenal ialah Sunan Prawoto yang menjadi raja penggantinya, Ratu Kalinyamat
yang menjadi bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri Sultan
Hadiwijaya, dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah Madiun
dengan gelar Rangga Jumena.
Sultan Trenggana Wafat / Mangkat Berita Sultan
Trenggono wafat ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama Fernandez
Mendez Pinto. Pada tahun 1546 Sultan Trenggono menyerang Panarukan, Situbondo
yang saat itu dikuasai Blambangan. Sunan Gunung Jati membantu dengan mengirimkan
gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang
dipimpin Fatahillah. Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta
dalam pasukan Banten. Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga
bulan, tapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono
bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya.
Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu
tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggono.
Trenggono marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada
Trenggono memakai pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa
pulang meninggalkan Panarukan.
Sultan Trenggana berjasa atas
penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana,
Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa
dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana
(1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang
(1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa
(1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda
asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Sultan
Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan
Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto
D. Sunan Prawata (1546 – 1549)
Sunan
Prawata adalah nama lahirnya (Raden Mukmin) adalah raja keempat Kesultanan Demak, yang memerintah tahun 1546-1549.
Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa
kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas tanpa mampu
dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia tewas dibunuh oleh orang
suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain adalah sepupunya
sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya memindahkan
pusat pemerintahan ke Pajang, dan
Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang memerintah Kesultanan Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin
selaku putra tertua naik tahta. Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya
menaklukkan Pulau Jawa. Namun,
keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup sebagai
ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat pemerintahan dari
kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini kira-kira adalah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Oleh karena itu, Raden Mukmin pun
terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan
seorang Portugis bernama
Manuel Pinto. Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar surat untuk
uskup agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto
dan mendengar rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti
sultan Turki. Sunan
Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan Makassar. Akan tetapi, rencana itu berhasil
dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah
terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan
kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas; sedangkan Demak tidak mampu menghalanginya.
3. Gambaran Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
Seperti yang telah dijelaskan pada
uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur
perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah
penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah
Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang.
Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di
daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
4. Gambaran Kehidupan Sosial-Budaya masyarakat pada
masa Kerajaan Demak
Berdirinya kerajaan Demak banyak
didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah Islam. Oleh karena itu
tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh
asing. Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai
kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung
dakwah pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan
budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam
dipulauJawa. Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya
para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki peranan
yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut
menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat
antara raja/bangsawan ? para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat
tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid
maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan di antara orang-orang Islam).
masjid
Demak
|
Demikian pula dalam bidang budaya
banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah
satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari
pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas
pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan
Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw)
yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti
yang tampak pada gambar 10 tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi
kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaanIslam. Salah satu peninggalan
berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah
barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu
tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di belakngnya
terdapat makam raja-raja Demak.
5. Faktor – Faktor Penyebab Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah Sultan Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan
di Kerajaan Demak, antara Pangeran Seda ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra
Sultan Trenggana). Pangeran Sekar Sedo Lepen yang seharusnya menggantikan
Sultan Trenggono dibunuh oleh Sunan Prawoto dengan harapan ia dapat mewarisi
tahta kerajaan. Putra Pangeran Sedo Lepen yang bernama Arya Penangsang dari
Jipang menuntut balas kematian ayahnya dangan membunuh Sunan Prawoto. Selain
Sunan Prawoto, Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri ( suami Ratu
Kalinyamat, adik Sunan Prawoto). Pangeran Hadiri dianggap sebagai penghalang
Arya Penangsang untuk menjadi sultan Demak. Setelah berhasil membunuh Sunan
Prawoto dan beberapa pendukungnya. Naiknya Arya Penangsang ke tahta kerajaan
tidak disenangi oleh Pangeran Adiwijoyo atau Joko Tingkir , menantu Sultan
Trenggono. Arya Penangsang dapat dikalahkan oleh Jako Tingkir yang selanjutnya
memindahkan pusat kerajaan ke Pajang.
Selain itu, Raden Patah kurang pandai menarik simpati
orang – orang pedalaman, bekas rakyat Kerajaan Majapahit. Raden Patah juga
terlalu banyak menyandarkan kekuataannya kepada masyarakat Tionghoa Islam.
Beliau berkeinginan keras untuk membentuk negara Islam Maritim. Sehingga
mengakibatkan, perhatiannya lebih dicurahkan untuk pembuatan kapal-kapal
di kota-kota pelabuhan demi pembentukan armada yang kuat. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan kerajaan Demak pada tahun 1568. (Muljana: 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar